KABARKALSEL.COM, BANJARBARU - Menghindari pengulangan kasus pidana yang dihadapi pemilik toko Mama Khas Banjar, sebanyak 56 pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia membutuhkan pembinaan berkelanjutan.
Pemilik Toko Mama Khas Banjar, Firly Nurachim, sedang menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri Banjarbaru.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Firly Nurachim selaku pelaku usaha yang menjual berbagai macam makanan beku, makanan kemasan dan minuman kemasan, tidak mencantumkan masa kedaluwarsa.
Dalam dakwaan pertama, Firly dikenakan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kemudian dakwaan kedua Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kasus tersebut pun mendapat perhatian luas, termasuk Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman.
Bahkan Maman menghadiri persidangan Firly Nurachim sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan, Rabu (14/05/2025).
Adapun amicus curiae merupakan pihak ketiga yang tidak terlibat langsung perselisihan hukum, tetapi memberi pendapat atau informasi kepada pengadilan untuk membantu majelis hakim mengambil keputusan.
Maman sendiri menyebutkan sebanyak 56 juta pelaku UMKM memerlukan pembinaan yang berkelanjutan tidak melakukan pelanggaran administratif.
"Pembinaan tersebut menjadi komitmen pemerintah, terkhusus untuk usaha mikro yang mayoritas menjadi penopang ekonomi masyarakat," papar Maman.
Pembinaan dimaksud termasuk label kedaluwarsa di setiap produk pangan yang dijual. Pun kalau di kemudian hari ditemukan pelanggaran berkaitan label kedaluwarsa, pelaku usaha tidak serta merta diberikan sanksi pidana.
Penegakan hukum bisa mengedepankan pembinaan agar pelaku UMKM secara bertahap dapat menerapkan ketentuan label tersebut.
"Sanksi pelanggaran administratif dimulai dari penarikan barang dari peredaran atau pencabutan izin penjualan. Sedangkan pidana menjadi langkah terakhir," tegas Maman.
Pengecualian untuk sanksi pangan risiko rendah, sehingga tetap mengedepankan restoratif untuk ruang pembinaan tanpa langsung dikenakan pidana.
"Kami menghormati kewenangan aparat penegak hukum. Namun penggunaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen perlu dipertimbangkan kembali," papar Manan.
"Di sisi lain, kami juga bertanggung jawab atas perkara UMKM. Saya datang jauh-jauh sebagai bentuk komitmen politik dan tanggung jawab saya atas situasi yang menimpa pelaku UMKM," tutupnya.