KABARKALSEL.COM, MARABAHAN - Setelah enam tahun menggantung, pelapor kasus dugaan mafia tanah berinisial Ahmad Soffian Hutapea mendatangi Polres Barito Kuala (Batola), Selasa (15/07/2025).
Warga Kelurahan Kelayan Luar, Kecamatan Banjarmasin Tengah, tersebut tidak datang sendiri, karena didampingi Enis Sukmawati dari Kantor Hukum Nenggala Alugoro selaku kuasa hukum.
Mereka datang untuk mempertanyakan Laporan Polisi Nomor LP/95/IX/2019/Kalsel/Res Batola tertanggal 3 September 2019.
Adapun laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana memasukkan keterangan palsu dalam surat keterangan pernyataan fisik bidang tanah, memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik, dan atau menjual hak atas tanah milik orang lain.
Diketahui penyidikan atas kasus tersebut telah menetapkan dua pria berinisial AK dan JR sebagai tersangka. Pun berkas perkara telah dikirim ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) tertanggal 11 Desember 2019.
Namun hanya kasus JR yang dilanjutkan ke Pengadilan Negeri (PN) Marabahan. Pun JR yang awalnya divonis pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan, dinyatakan bebas setelah memenangi sidang banding yang digelar 4 Agustus 2020.
Selanjutnya upaya kasasi yang dilakukan JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Batola tertanggal 25 November 2020, tetap tidak mampu menganulir putusan banding.
Sebaliknya berkas perkara AK yang notabene seorang kepala desa aktif di Kecamatan Mandastana, tidak pernah jelas sampai sekarang.
Itulah yang membuat Soffian melalui kuasa hukum mengajukan permohonan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) di Polres Batola.
"Kalau perkara dihentikan, seharusnya Surat Penghentian Penyidikan (SP3) diberikan penyidik kepada pelapor sebagaimana Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Makanya kami mengajukan SP2HP atas penetapan tersangka AK," tegas Enis.
"Menyikapi permintaan kami, penyidik menyatakan amasih berusaha mencari berkas. Dalam sepekan mendatang, mereka berjanji memberitahu kami lantaran perkara ini sudah bertahun-tahun," sambungnya.
Selain meminta SP2HP, Enis juga menyayangkan status tersangka tidak membuat AK dicopot sementara dari jabatan kepala desa.
"Ketika kepala desa bermasalah, banyak hak masyarakat yang berpotensi dirampas dengan kekuasaan seperti mafia tanah," tukas Enis.
Pun dalam Pasal 18 ayat (1) PP Nomor 72 Tahun 2005, dinyatakan bahwa kepala desa diberhentikan sementara oleh bupati tanpa melalui usulan BPD, apabila dinyatakan melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap.
Gugatan Perdata
Pelaporan yang dilayangkan Soffian berkaitan dengan tumpang tindih lahan seluas 11.383 meter persegi di Jalan Gubernur Syarkawi/Jalan Lingkar Utara, Desa Lokrawa, Kecamatan Mandastana.
Semuanya bermula ketika Soffian akan melakukan balik nama sertipikat tanah tersebut ke Kantor Pertanahan Batola, sekitar pertengahan Agustus 2018.
Ternyata tanah tersebut tumpang tindih dengan tiga sertipikat lain. Padahal tanah ini dibeli mendiang ayah Soffian dari pria berinisial AF sejak 13 Februari 2005 seharga Rp177 juta.
Selanjutnya Soffian membawa kasus tersebut ke ranah pidana, hingga akhirnya menempatkan AK dan AR sebagai tersangka.
Oleh karena tidak membawa hasil, Soffian mengajukan gugatan perdata di PN Marabahan dengan sidang perdana digelar 16 Januari 2025.
Lantas JR dijadikan tergugat konvensi, AK sebagai tergugat II konvensi, dan Kantor Pertanahan Batola sebagai tergugat III konvensi. Sedangkan penjual tanah dijadikan turut tergugat 1 konvensi.
Kemudian tiga pemilik sertipikat di atas lahan yang disengketakan masing-masing berinisial SJ, IF dan NN, dijadikan turut tergugat konvensi/penggugat rekonvensi.
Namun dalam putusan yang dibacakan 26 Mei 2025, gugatan Soffian ditolak untuk seluruhnya. Sedangkan para penggugat rekonvensi adalah pemegang hak milik yang sah.
Adapun sertipikat hak milik atas nama AF yang mencakup tiga sertipikat atas nama SJ, IF dan NN, dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.