KABARKALSEL.COM, MARABAHAN - Tidak hanya berusaha, perusahaan-perusahaan perkebunan sawit di Barito Kuala (Batola) didorong agar lebih berperan aktif dalam menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan pangan.
Dorongan tersebut menjadi tema Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Batola, Selasa (27/05/2025).
FGD menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan perusahaan perkebunan sawit seperti PT Barito Putera Plantation (BPP), PT Putra Bangun Bersama (PBB), PT Palmina, PT Agri Bumi Sentosa (ABS), PT Tasnida Agro Lestari (TAL), dan PT Anugerah Watiendo (AW).
Juga hadir perwakilan organisasi kemasyarakatan di antaranya Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), dan Dewan Adat Dayak (DAD).
Selain Bakesbangpol Batola selaku inisiator, FGD menghadirkan Kepala Disbunnak, Suwartono Susanto, dan Kabid Ketajanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP), Edi Sudarwoso, selaku pemateri.
Dalam diskusi tersebut, sejumlah masukan penting disampaikan oleh ormas kepada perusahaan sawit. Di antaranya, perusahaan diminta lebih peduli terhadap kelestarian lahan pertanian.
Kemudian memperhatikan bobot angkutan buah dan CPO agar tidak mempercepat kerusakan jalan umum, mengelola limbah secara bertanggung jawab, dan tidak mempekerjakan anak di bawah umur.
Kepala Bakesbangpol Batola, Suyud Sugiono, menegaskan bahwa pihaknya memiliki kewenangan untuk memantau aktivitas perusahaan sawit guna memastikan terciptanya situasi yang kondusif.
"Kami juga memberikan edukasi kepada perusahaan mengenai regulasi dan praktik usaha berkelanjutan, serta terlibat dalam penyusunan kebijakan teknis yang mendukung pertumbuhan sektor sawit," ungkap Suyud.
"Kebijakan tersebut harus sejalan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat lokal, termasuk mendukung hilirisasi, peningkatan produktivitas, dan daya saing industri sawit," imbuhnya.
Sementara Suwartono Susanto membeberkan bahwa luas perkebunan sawit di Batola mencapai lebih dari 76 ribu hektare.
Dari total tersebut, sebanyak 46.930 hektare merupakan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan swasta, 17.986 hektare milik masyarakat, dan 11.126 hektare merupakan kebun plasma.
Dari 9 perusahaan dan 1 koperasi kelapa sawit, terserap 6.049 tenaga kerja, dengan 3.032 di antaranya merupakan pekerja borongan.
"Industri sawit menjadi salah satu tulang punggung ekonomi daerah. Namun kami juga terus mendorong keterlibatan mereka terhadap ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat," papar Suwartono.
Sebagai langkah konkret, Pemkab Batola telah mendorong program tumpang sari atau tusip sawit tanaman pangan dan hortikultura di sela-sela kebun sawit.
Sampai sekarang tumpang sari sudah dilaksanakan di lahan PSR seluas 3,5 hektare. Kemudian di lahan perkebunan sawit inti/PBS bersama Polres Barito Kuala seluas 2,5 hektare dari target 28 hektare.
Tidak hanya itu, program sosial berupa program anak asuh perusahaan juga menjadi perhatian pemerintah daerah. Sudah sebanyak 14 anak asuh sudah menjadi tanggung jawab perusahaan sawit.
"Kami berharap jumlah tersebut bisa terus bertambah seiring peningkatan komitmen sosial perusahaan,” tutup Suwartono.