KABARKALSEL.COM, MARABAHAN - Setelah sekian tahun, Barito Kuala (Batola) akan kembali menjadi tuan rumah Musabaqah Tilawatil Qur’an Nasional (MTQN) Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan. Namun bisa saja penantian panjang ini berujung hampa.
Batola menjadi penyelenggara berikutnya, setelah MTQN Tingkat Provinsi Kalsel XXXVI/2025 yang diselenggarakan di Banjar.
Peran sebagai penyelenggara MTQN tingkat provinsi, sebenarnya bukan pengalaman baru untuk Batola.
Sebelum dipercaya menjadi tuan rumah edisi XXXVII/2026, Batola pernah sukses menyelenggarakan MTQN Tingkat Provinsi Kalsel XXV/2010 yang dipusatkan di Marabahan.
Tidak hanya sukses menjadi tuan rumah, Batola juga menyabet predikat juara umum MTQN Tingkat Provinsi Kalsel XXV/2010.
Mengoleksi total nilai 71, Batola mengungguli Banjar di urutan kedua dengan nilai 49, dan Tanah Bumbu di peringkat ketiga yang mengumpulkan nilai 37.
Berusaha mengulang romantisme masa lalu, persiapan pun sudah mulai dilakukan Pemkab Batola untuk menyelenggarakan MTQN Tingkat Provinsi Kalsel XXXVII/2026.
Salah satu yang mencolok adalah rencana perubahan lokasi perlombaan. Alih-alih tetap di Marabahan, seluruh perlombaan direncanakan berpusat di Kawasan Wisata Jembatan Barito.
Rencana tersebut dapat dilihat melalui siniar Bupati H Bahrul Ilmi. Dalam siniar yang dirilis, Sabtu (21/06/2025), Bahrul tampak meninjau Kawasan Wisata Jembatan Barito.
"Kenapa kita mengadakan MTQ di sini? Sementara di Marabahan kalau kita mengadakan, untuk orang yang menginap agak sulit. Kalau di sini berdekatan dengan Banjarmasin, jadi hotel masih bisa mendukung," ungkapnya.
"Sedangkan kita di Batola, hotel belum punya. kalau di sini, aksesnya lebih mendukung bagi yang ikut pertandingan MTQ," sambungnya.
Rencana Bahrul Ilmi membenahi Kawasan Wisata Jembatan Barito tersebut pun mendapat apresiasi akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah, Kamis (26/06/2025).
"Rencana memaksimalkan Kawasan Wisata Jembatan Barito merupakan ide yang bagus. Bagaimanapun jembatan bukan hanya tempat penyeberangan, tetapi juga berpotensi menjual view," imbuhnya.
Financial Drain
Namun Nasrullah memandang rencana menggelar seluruh rangkaian MTQN Tingkat Provinsi Kalsel XXXVII/2026 di Kawasan Wisata Jembatan Barito, seharusnya dipertimbangkan matang-matang.
Salah satu pertimbangan yang digunakan adalah kesuksesan suatu event bukan hanya sukses penyelenggaraan, tetapi juga sukses karena memberikan dampak positif untuk masyarakat setempat.
Di antara dampak positif tersebut adalah peningkatan ekonomi kerakyatan melalui okupansi (keterisian hunian), peningkatan jual beli, dan promosi daerah.
"Kalau dijadikan sebagai pusat kegiatan yang dihadiri banyak orang, Kawasan Wisata Jembatan Barito belum memadai lantaran tak tersedia tempat penginapan," tukas Nasrullah.
"Justru peserta akan memilih kota terdekat (Banjarmasin) yang memiliki fasilitas akomodasi lengkap. Situasi ini akan menciptakan financial drain dengan Batola menjadi kota satelit, sedangkan keuntungan tertarik ke Banjarmasin," tegas antropolog ULM ini.
Kalau hanya menghasilkan financial drain, mengingat penyelenggaraan event membutuhkan biaya tak sedikit, Batola bisa saja akan tercatat sebagai tuan rumah yang merugi. Terlebih kalau masyarakat setempat tak mendapatkan keuntungan dari penyelenggaraan acara.
Padahal dalam event besar apapun di dunia yang menghabiskan waktu berhari-hari, peserta ditempatkan di lokasi setempat, baik di hotel, penginapan hingga bahkan rumah warga.
Pun dari beberapa kali penyelenggaraan MTQN Tingkat Provinsi Kalsel, sudah mafhum kalau kafilah menyewa rumah warga, seandainya tuan rumah tak memiliki akomodasi memadai.
Tidak cuma MTQ, event seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) yang dihadiri ribuan atlet dari berbagai provinsi, juga kerap menyewa dan menempati rumah warga sebagai tempat penginapan atlet.
Imbasnya warga pemilik rumah akan memetik keuntungan ekonomi. Sedangkan usaha kecil dan menengah perlahan akan tumbuh di sekitar penginapan peserta.
"Itulah penyebab banyak negara, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga kelurahan/desa berlomba-lomba menjadi tuan rumah. Terlebih kalau event yang diselenggarakan berskala besar," cetus Nasrullah.
"Bahkan event selevel Olimpiade juga menggunakan konsep kampung atlet, sehingga tamu terkonsentrasi dalam satu tempat. Dalam konteks MTQN Tingkat Provinsi Kalsel XXXVII/2026, tempat yang layak adalah Marabahan," imbuhnya.
Tidak hanya Marabahan, dampak ekonomi dari pelaksanaan MTQ juga akan dirasakan warga di kecamatan lain seperti Rantau Badauh, Cerbon, Bakumpai, Wanaraya, Tabukan, Barambai, hingga bahkan Kuripan.
Sedangkan kecamatan lain yang dilewati seperti Alalak dan Mandastana tetap mendapat dampak positif, karena orang akan singgah untuk makan dan minum.
"Sementara kalau dipusatkan di Jembatan Barito, peserta tak merasa perlu lagi singgah karena jarak dengan Banjarmasin cukup dekat. Mobilitas ulang-alik ini tidak akan memberikan keuntungan ekonomi," tukas Nasrullah.
"Tentunya usulan ini tak bermaksud mematikan potensi di Jembatan Barito. Masih banyak event lain yang bisa diadakan, tetapi bersifat tidak memakan waktu lama," sambung antropolog ULM ini.
Alasan lain dari pemusatan MTQN Tingkat Provinsi Kalsel XXXVII/2026 di Marabahan adalah kafilah bisa sekaligus berziarah ke Kubah Datu Haji Abdussamad bin Mufti Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Masih di sekitar Kubah Datuk Abdussamad, juga terdapat makam pahlawan Panglima Wangkang dan makam tokoh masyarakat banua H Abdussamad Sulaiman HB.
"Terlebih Kubah Datu Haji Abdussamad bin Mufti Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan salah satu kutub wisata religi di Kalsel," cecar Nasrullah.
"Makanya alangkah lebih baik opening maupun closing ceremony saja yang digelar di Jembatan Barito. Sementara seluruh rangkaian lomba dipusatkan di Marabahan dan sekitarnya," tambahnya.
Di sisi lain, penempatan pusat kegiatan di Kawasan Wisata Jembatan Barito seolah-olah memudarkan simbol Marabahan sebagai ibu kota Batola.
"Sampai sekarang Marabahan masih berstatus ibu kota Batola. Sementara event sekelas Olimpiade atau Piala Dunia berpusat di ibu kota negara penyelenggara, sedangkan kota lain hanya penopang," beber Nasrullah.
"Kedepan saya berharap suara kepala daerah semestinya suara pemerintah daerah yang sudah dikaji, bukan suara personal," tutupnya.