KABARKALSEL.COM, MARABAHAN - Sekalipun ditawari beberaoa opsi, warga Desa Sungai Pitung di Kecamatan Alalak, Barito Kuala (Batola) tetap menolak keberadaan insinerator di lingkungan mereka.
Kontroversi keberadaan insinerator tersebut sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Intinya masyarakat setempat enggan hidup berdampingan dengan pabrik pengolahan limbah medis.
Terakhir dalam dialog bersama Bupati H Bahrul Ilmi, Senin (12/05/2025), warga setempat bersikeras tidak menginginkan Pemkab Batola mengoperasikan kembali insinerator.
"Dalam dialog tersebut, banyak masukan dan pendapat masyarakat. Hasilnya insinerator tidak memungkinan dilanjutkan," ungkap Bahrul seusai penyerahan bantuan banjir di Kecamatan Tabukan, Rabu (14/05/2025).
"Akhirnya demi keselamatan masyarakat, kami mengajukan permohonan ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk memindah insinerator ke tempat yang benar-benar tidak berdampak kepada masyarakat," imbuhnya.
Sebelum diputuskan akan dipindah, Bahrul sempat menawarkan beberapa solusi kepada masyarakat. Salah satunya pemindahan warga yang tinggal di dekat insinerator ke kawasan lebih baik di Alalak.
"Kepada sekitar 70 kepala keluarga, kami menawarkan relokasi dan rumah yang sudah disediakan. Namun rasa mencintai kampung halaman mereka sangat tinggi dan ini harus dihargai," beber Bahrul.
"Dengan mencoba mengajukan (pemindahan) ke KLH, diharapkan tidak muncul lagi kendala dikemudian hari. Namun terkait lokasi baru, kami belum bisa mengambil keputusan," tambahnya.
Sementara Ketua RT 5 Desa Sungai Pitung, Misran, dalam kesempatan terpisah kembali menegaskan penolakan terhadap operasional insinerator.
"Memang kami sempat ditawari relokasi oleh Bupati Batola. Kemudian sekitar 30 warga dijanjikan dapat bekerja di insinerator," jelas Misran, Jumat (16/05/2025).
"Namun seperti keputusan dan kesepakatan bersama beberapa waktu lalu, kami hanya ingin insinerator ditutup," tegasnya.
Insinerator di Sungai Pitung tersebut merupakan bantuan dari KLH. Dibangun di atas lahan seluas 6.600 meter persegi, proses pembangunan dimulai pertengahan November 2020.
Diketahui Batola menjadi satu-satunya kabupaten/kota di Kalimantan Selatan yang menerima bantuan, setelah diusulkan sejak 2019.
Salah satu alasan penempatan di Sungai Pitung adalah lokasi yang strategis, karena dapat dikatakan berada di tengah-tengah antara Kalsel dan Kalimantan Tengah.
Sedangkan operasional insinerator diresmikan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun (Ditjen PSLB3) LHK, Vivien Ratnawati, 4 Januari 2022 lalu.
Memiliki kapasitas operasi sebanyak 250 kilogram per jam, insinerator di Sungai Pitung rata-rata melumat 150 kg per jam. Adapun limbah yang masuk rata-rata 10 hingga 15 ton per bulan.
Namun setelah berjalan hampir setahun, operasional insinerator terhenti lantaran terjadi kerusakan mesin dan perombakan manajemen UPTD Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Batola.
Akhirnya di bawah manajemen baru dan mesin selesai diperbaiki oleh pihak ketiga dengan biaya sekitar Rp200 juta, insinerator kembali beroperasi mulai 2 Oktober 2023.
Akan tetapi operasional berhenti setelah beberapa jam, karena diprotes warga. Penyebabnya tetap muncul asap hitam pekat dari cerobong tungku pembakaran.
Selama insinerator beroperasi, warga di RT 4 kerap terganggu dengan bau, asap dan jelaga pembakaran. Abu yang berterbangan juga mengotori rumah dan sungai yang dipakai untuk kebutuhan sehari-hari.
Ironisnya warga mengeklaim bahwa pemerintah tidak mensosialisasikan pembangunan insinerator dengan baik. Awalnya mereka hanya diminta meneken persetujuan pembangunan jalan baru, bukan pembuatan tempat pembakaran limbah medis.
Mengutip Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: KEP-03/Bapedal/09/1995, terdapat beberapa persyaratan lokasi pengolahan limbah B3.
Apabila di luar lokasi penghasil, jarak antara lokasi pengolahan dengan pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan pendidikan, paling dekat 300 meter.
Kemudian paling dekat 300 meter dari garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air dan sumur penduduk.