KABARKALSEL.COM, MARABAHAN - Sekalipun berada di paling ujung selatan Barito Kuala (Batola), kesadaran atas kelestarian lingkungan oleh warga Desa Kuala Lupak di Kecamatan Tabunganen, patut diacungi jempol.

Itu dibuktikan keberadaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Kuala Lupak yang membatasi permukiman warga dengan pesisir Laut Jawa.

Di lahan hutan rawa mangrove seluas sekitar 230 hektare, tumbuh dengan subur pohon rambai, bakau, panggang, jambu, tancang, rengas, nipah, pandan, bakung, jeruju, hingga dungun.

Pun KEE itu menjadi tempat hidup bekantan, kera, lutung, berbagai jenis burung elang, burung madu, sihi dan lain-lain.

"Tentunya KEE Kuala Lupak berfungsi menjaga permukiman dari abrasi, angin dan gelombang laut," papar Aparat Desa Kuala Lupak, Arifin, kepada kabarkalsel.com.

Pembangunan KEE Kuala Lupak diawali dengan menggunakan Dana Desa. Salah satunya dimanfaatkan untuk pembuatan titian kayu sepanjang sekitar 50 meter.  

Namun pandemi Covid-19 sempat membuat pembangunan terkendala. Imbasnya pembuatan titian yang seharusnya mendekati bibir pantai, terpaksa ditunda sementara.

"InsyaAllah dalam tahun anggaran 2025, kami kembali mengembangkan KEE Kuala Lupak. Di antaranya penambahan gazebo dan dermaga untuk menunjang pariwisata," beber Arifin.

Namun persoalan terbesar di Kuala Lupak adalah akses transportasi darat. Untuk sementara jalan hanya dapat dilintasi sepeda motor, sehingga akses keluar masuk barang banyak menggunakan angkutan air.

Pun jalan menuju Kuala Lupak masih berupa tanah dan sebagian hamparan batu. Kendati hanya berjarak sekitar 20 kilometer dari Tabunganen Kecil atau pusat kecamatan, perjalanan menuju Kuala Lupak setidaknya memakan waktu 1,5 jam.