KABARKALSEL.COM, MARABAHAN - Imbas intensitas hujan tinggi dan irigasi yang kurang memadai, banyak petani padi di Kecamatan Jejangkit dan sebagian di Kecamatan Mandastana, Barito Kuala (Batola), terancam gagal tanam.
Sesuai dengan jadwal, sedianya para petani sudah melakukan proses penanaman sejak akhir Maret. Namun memasuki April 2025, petani di dua kecamatan tersebut belum bisa melakukan apapun.
Penyebabnya ketinggian air di lahan masih sepinggang orang dewasa atau sekitar 60 sampai 80 sentimeter. Padahal ketinggian air ideal untuk memulai penanaman adalah sekitar 25 sampai 30 sentimeter.
"Terpaksa kami menganggur dahulu, karena kada (tidak) mungkin kawa (bisa) betanam. Masalahnya banyu (air) di pahumaan (sawah) masih sepinggang," ungkap Noorlaila, warga Desa Jejangkit Muara di Jejangkit, Rabu (09/04/2025).
"Kalau sampai akhir pertengahan Mei masih kada surut, bisa-bisa kami kada kawa (bisa) menanam lagi. Bisa saja menanam mulai Juli, tapi hasil panen banyak berkurang karena rawan diserang tikus, burung dan kekeringan," tukasnya.
Baca juga:
Dipusatkan di Batola, Pemprov Kalsel Ikuti Panen Padi Serentak Bersama Presiden
Sambangi Danda Jaya Batola, Menko Pangan Jamin Kestabilan Harga Gabah
Ironisnya Norlaila sudah berkali-kali merasakan kesulitan bercocok tanam selama lima tahun terakhir, "Setelah banjir besar di awal 2021, kami hampir selalu kesulitan bertani. Hanya 2024 kemarin kami benar-benar dapat merasakan hasil panen yang bagus, karena lahan tidak kebanjiran," kenang perempuan paruh baya ini.
Tak hanya di Jejangkit Muara, situasi serupa dialami petani lain di Bahandang, Cahaya Baru, Jejangkit Barat, Jejangkit Pasar, Jejangkit Timur dan Sampurna atau seluruh desa di Kecamatan Jejangkit.
"Sedianya rencana tanam April sampai September 2025 di Jejangkit adalah seluas 2.665 hektare. Target ini didasari pencapaian tanam April sampai September 2024 seluas 2.557 hektare," jelas Agus Suyanto, Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Jejangkit.
"Namun kalau melihat kondisi di lapangan, target tanam April sampai September 2025 akan terdampak. Terlebih sampai sekarang, pengolahan lahan belum dapat dilakukan," tegasnya.
Diharapkan terjadi penurunan debit air di pengujung April 2025, sehingga proses penanaman tidak terus bergeser hingga Juli.
"Kondisi di akhir April 2025 akan menjadi penentu. Kalau sampai Juli juga, risiko kegagalan panen akibat serangan tikus dan kekeringan akan semakin besar," beber Agus.
"Makanya petani di Jejangkit sangat berharap perbaikan tanggul, ditambah normalisasi saluran makro menuju Sungai Barito. Terlebih sejak akhir Desember 2024 sampai sekarang, kedalaman air di Jejangkit masih bertahan," sambungnya.
Sementara kondisi di Kecamatan Mandastana masih sedikit lebih baik. Dari total 14 desa, 3 di antaranya telah melakukan penanaman seperti biasa.
Baca juga:
DPRD Batola Kawal Realisasi Bantuan Warga Terdampak Banjir di Jejangkit
Bertemu Wakil Menteri Transmigrasi, DPRD Batola Bahas Pengembangan Cahaya Baru
"Para petani di Desa Karang Bunga, Karang Indah dan Puntik Dalam sudah bisa maksimal melakukan penanaman," sahut Imam Supeno, Kepala BPP Mandastana.
"Kemudian 4 desa seperti Sungai Ramania, Puntik Luar, Puntik Tengah dan Terantang juga mulai bisa menanam, kendati baru sedikit," sambungnya.
Sebaliknya petani dari 6 desa lain sama sekali belum bisa tanam, karena debit air di lahan masih terlalu dalam.
"Keenam desa tersebut adalah Antasan Segera, Pantai Hambawang, Tanipah, Bangkit Baru, Tatah Alayung dan Lokrawa," jelas Imam.
Diketahui keenam desa itu bertetangga dengan sejumlah desa di Kecamatan Jejangkit, khususnya Tatah Alayung, Antasan Segera, dan Pantai Hambawang.
Sementara Terantang sebenarnya bertetangga dekat dengan Tatah Alayung. Namun lahan pertanian di kawasan ini terbantu dengan pasang surut Sungai Alalak.
"Sebagai langkah antisipasi, kami sedang mengupayakan bantuan benih unggul. Penyebabnya penanaman benih lokal sepertinya tidak sempat lagi," tutup Imam.